Al Habib Abubakar al Adni ibn 'Ali al Masyhur lahir dikota Ahwar pada 6 Rajab tahun 1366 H dari seorang 'alim ibn 'alim ibn 'alim. Madrasah pertama beliau adalah keduaorangtuanya.

Berbeda dengan anak-anak biasanya al Habib mulai umur lima tahun sudah mampu berfikir layaknya orang baliq dan mampu belajar sehingga pada umur delapan tahun sudah khatam hafalan al Qur'an. Memasuki umur 14-34 tahun sudah di amanahkan untuk membuat contoh khutbah, menjadi khatib sekaligus mengajar pada madrasah dimana al Habib belajar.

Melihat himmah/semangat al Habib dalam menuntut ilmu para masyaikh mengungkapkan "ianya bagaikan anak ayam yang menetaskan diri dari cangkangnya." Perumpamaan dalam kesungguhannya mencari ilmu.

Tumbuh kembang al Habib tidak terlepas dari perhatian orang tuanya. Ayah beliau terkenal sangat syadid (keras) dalam soal tarbiyah (pendidikan) terhadap anak-anaknya. Sehingga tidak mungkin anaknya melakukan pelanggaran maupun pertentangan terutama soal shalat jama'ah, pelajaran al Qur'an dan pelajaran lainnya di halaqah ilmu.

Jika al Habib melakukan mukhalafah (pelanggaran) tentu akan di pukul. Apabila sudah kena pukul oleh sang Ayah beliau akan lari menemui Ibunya namun, perlakuan sama yang akan didapati. Kedua orangtuanya tidak akan memukul kecuali anaknya berhak menerimanya.

Pada satu ketika al Habib bersama temannya hendak shalat dishaf pertama dan Ayahnya sebagai Imam. Ketika itu terdengar tawanya sang Habib dan langsung saja Ayahnya datang menegur "ketahuilah mana tempatnya adab dan mana tempatnya tertawa." Teguran ini selalu beliau ingat sampai sekarang dan beliau abadikan disalah satu kitab karyanya.

Seiring perkembangan zaman, wajah pendidikan Yaman berubah seiring waktu. Masuknya orang-orang luar seperti Britonia membuat sistem pendidikan di madrasah jadi berbeda. Al Habib mulai dilarang mengajar hanya sebab tidak memiliki syahadah (ijazah). Padahal beliau sudah memberitahukan bahwasanya beliau mampu mengasuh dari banyak mata pelajaran yang ada. Namun al Habib tetap tidak dibolehkan. Ini adalah alasan utama al Habib mengapa kemudiannya menempuh pendidikan di Jami'ah (Universyitas) Aden pada jurusan Bahasa Arab dengan capaian mumtaz (sangat memuaskan).

Pada awalnya al Habib tidak pernah menempuh pendidikan normal semisal Madrasah Ibtidaiyah dan seterusnya. Sedangkan untuk masuk ke perguruan tinggi wajib memiliki ijazah Madrasah Ibtidaiyah sampai Aliyah. Untuk mendapatkan itu al Habib hanya mengikuti semua ujian akhir ditiap tingkatan madrasah dengan hasil yang sangat memuaskan.

Selama belajar di Jami'ah Aden, beliau tidak pernah menghabiskan waktu selain diruang kelas dan maktabah (perpustakaan). Tidak ada buku yang terdapat di perpustakaan Jami'ah Aden--baik geografi, kimia, sejarah DLL--kecuali sudah beliau baca. "Saya datang dari Ahwar ke Aden liajli (untuk) belajar." Kata al Habib.

Ketika konflik Yaman pecah, Aden adalah salah satu kota yang terkena dampaknya. Banyak ulama yang di bunuh dan al Habib juga menjadi salah satu incaran. Al Habib mencoba keluar dari Yaman melalui jalur pemberangkatan resmi namun tidak di izinkan. Hingganya al Habib berinisiatif untuk kabur melalui syimal (utara) jalur sahara dengan menumpangi saiyarah (mobil) ikan. Di salah satu hudud (perbatasan) mobil di larang lewat dan al Habib memberanikan diri untuk berjalan kaki digelapnya malam dengan melepaskan jubahnya yang berwarna putih. Setelah melewati perbatasan al Habib mendapati tumpangan lainnya hingga masuk ke Kota Taiz.

Dari Taiz ke Hudaidah kemudian San'a (ibukota negara Yaman sekarang) dan Sa'dah kota terakhir Yaman sebelum memasuki negara Arab Saudi, tepat nya di Jeddah. Sesampainya di Jeddah al Habib bertemu dengan ahli keluarganya yang sudah berada disana terlebih dahulu. Di Jeddah, selain menjadi Imam di Masjid Asqalani beliau juga mengajar.

Al Habib memiliki keinginan untuk melanjutkan belajar ke al Azhar, Mesir. Keinginan ini telah beliau utarakan kepada Ayahnya. Ayahnya menyuruh al Habib untuk menanyakan kepada al Habib Abdul Qadir bin Ahmad as Segaf. Setelah al Habin menyampaikan hasratnya tersebut, al Habib Abdul Qadir memintanya untuk mengambilkan kitab "Ad Dakwatut Tammah" karangan al Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad al Haddad. Kemudian disuruh bacakan dan al Habib Abdul Qadir mensyarahi akan itu kitab. Mendengar syarahan dari al Habib Abdul Qadir terlupalah keinginan al Habib untuk belajar ke al Azhar.

Selama belajar kepada al Habib Abdul Qadir, al Habib selalu duduk didepan dengan keadaan kepala tertutup oleh rida'/syal dengan posisi menunduk. Tidak pernah beliau tidak mencatat dan selalu beliau rekam dengan menggunakan recorder. Pada satu hari temannya menegur "mengapa kamu tidak ada etika/adab? Gurumu sedang menjelaskan sedang kamu sibuk dengan menulis." Esoknya al Habib tidak menulis. Lalu Gurunya bertanya: "mana bukumu? Kenapa tidak menulis." Sejak itu al Habib tidak pernah tidak menulis lagi.

Hasil rekaman al Habib mencapai 5000 rekaman. Dari rekaman dan catatannya tersebut al Habib menjadikan beberapa kitab salahsatunya berjudul "Janyul Kitof". DLL.

Al Habib belajar pada Gurunya al Habib Abdul Qadir as Segaf selama sebelas tahun. Salah satu keistimewaan al Habib adalah sebagian kitab yang beliau tulis sudah di bacakan di hadapan Gurunya.

Al Habib Segaf pernah mengatakan: "banyak pelajar yang belajar kepada al Habib Abdul Qadir tapi yang mendapatkan sir (rahasia) nya sangat sedikit."

Ketika al Habib sedang belajar datang seorang 'alim dari Hadramaut mengabarkan mengenai mimpinya kepada al Habib Abdul Qadir: "Aden telah di buka dan orang yang membukakan Aden adalah orang yang menyeru pada persatuan. Satu bendera dipegang oleh al Habib Muhammad al Haddar dan bendera satunya di pegang oleh al Habib Abubakar al Adni al Masyhur."

Sepulang ke Aden al Habib membuka Ribat Aydrus di Masjid al Imam Aydrus dan ribat al Masyhur. Setelah Aden, al Habib membuka ribat di Taiz, Hudaidah, Zabid, Abyan. Ketika itu al Habib telah membuka lebih dari 20-25 ribat lainnya. Sekarang ribat yang beliau buka lebih dari 50-an. Al Habib juga telah membuka Jami'ah (Universyitas) al Wasatiyah.

Al Habib adalah sosok istimewa di zaman sekarang. Banyak bentuk gagasan-gagasan beliau yang sudah beliau tuangkan dalam bentuk karya ilmiah yang saat ini telah melebihi 150 lebih dalam berbagai disiplin ilmu. Bahkan beliau telah menghasilkan beberapa karya yang belum pernah di tulis oleh ulama sebelumnya.

Seorang Doktor (namanya Dr. Masri) pernah bertanya kepada al Habib: "Antum selalu dalam dakwah dan selalu berpergian kesana kemari lalu kapan waktu Antum untuk menulis?" "Saya menulis pada waktu jam istirahat saya dan diwaktu dalam perjalanan."

Kitab Mukhtasar al Hadiqati an Nadhirah fi Nadhmi as Sirah al 'Atirah adalah karyanya yang beliau tulis selepas acara Haul Imam Muhajir, dari Husaisah dan selesai ketika sampai di Aden.

Khutbah pertama al Habib tentang Fiqh Tahawwulat di San'a dimesjid Shaleh di hadapan para ulama besar Suriah, Mesir dan negara lainnya namun yang mendengarkan tidak lebih dari dua orang. Selebihnya diam tanda acuh. Sekarang banyak dari kalangan ulama yang membaca kitab-kitab karangan al Habib Abubakar Al Adni Al Masyhur mengenai Fiqh Tahawwulat.

Umumnya kita muslim mengetahui rukun agama ada tiga: Islam, Iman dan Ihsan. Sumber dari rukun yang tiga diatas berasal dari hadist Jibril. Hadist yang ketika malaikat Jibril datang menemui Rasulullah saw dengan menyerupai manusia dengan maksud bertanya tentang apa itu Islam, Iman, Ihsan. Lalu Jibril lanjut bertanya tentang kapan kiamat? Rasulullah menjawab "yang ditanya tidak lebih mengetahui dari yang bertanya." Kemudian malaikat Jibril bertanya tentang tanda-tandanya. Setelah mendengar jawaban Rasulullah saw malaikat Jibril pun pergi.

Dari Hadist tersebut ulama mengambil kesimpulan bahwa rukun agama ada tiga sedangkan al Habib Abubakar menyimpulkan ada empat. Dengan tambahan mengetahui tanda-tanda kiamat. Rukun ke empat ini yang di namakan oleh al Habib dengan nama Fiqh Tahawwulat.

Perbedaan dengan rukun yang tiga, rukun yang keempat ini sifatnya berubah tergantung marhalah (masa) nya. Sedangkan rukun yang tiga (Islam, Iman dan Ihsan) sifatnya baku (tetap) tidak berubah oleh waktu dan zaman.
Ini adalah sekilas dari salah satu pemikiran al Habib yang tidak pernah di sentuh oleh ulama sebelumnya.

Inilah sosok al Habib. Sejak kecil sampai sekarang selalu dalam mu'anah (pertolongan) Allah.

Wallahu a'lam bissawab.

Sumber : al Ustadz as Sayid Madyan al Djailani.