Apabila selesai membersihkan kotoran dibadan dan telah suci dari hadas , tutuplah aurat, berdirilah menghadap kiblat sambil merenggangkan kedua telapak kaki dan bacalah surat An-Nas untuk melindungi diri dari godaan setan.
Hadirkan hatimu dengan apa yang sedang engkau hadapi dan kosongkan dari rasa was-was dan ingatlah dihadapan siapa engkau berdiri dan bermunajat serta agungkanlah munajat itu dalam dirimu.
Hendaklah engkau merasa malu untuk bermunajat kepada Tuhanmu dengan hati yang lalai dan dada yang dipenuhi dengan urusan dunia serta keinginan-keinganan buruk, bukan memikirikan urusan akhirat seperti surga dan neraka. Ini adalah makruh pula sebagaimana disebutkan oleh Ar-Ramli. Ketahuilah bahwa disaat engkau beridiri dihadapan Allah SWT, Dia mengetahui isi hatimu dan melihat kepada hatimu. Bayangkan dalam salatmu bahwa surga ada disebelah kananmu dan neraka disebelah kirimu, karena hati jika sibuk mengingat akhirat, terputuslah rasa was-was darinya, karena jika hati sibuk mengingat akhirat, terputuslah rasa was-was darinya. Maka perumpamaan ini menjadi obat untuk menolak rasa was-was. Demikian disebutkan dalam “Awaariful Ma’arif”. Sesungguhnya Allah SWT menerima dari salatmu sesuai dengan kadar kekusyukan, ketundukanmu dan kerendahan diri serta doamu yang tulus. Ada yang mengatakan salat itu terdiri dari empat bagian, yaitu kehadiran hati, penyaksian akal, ketundukan jiwa dan ketundukan anggota tubuh.
Kehadiran hati menyingkap tabir, penyaksian akal menghilangkan teguran, ketundukan jiwa membuka pintu-pintu dan ketundukan anggota tubuh mendatangkan pahala.
Maka siapa yang mengerjakan salat tanpa kehadiran hati, maka ia lengah. Dan siapa yang mengerjakannya tanpa penyaksian akal, maka ia lalai. Dan siapa yang mengerjakannya tanpa ketundukan jiwa, maka ia berdosa. Sedangkan siapa yang mengerjakannya tanpa ketundukan anggota tubuh, maka sia-sia. Barangsiapa menunaikannya sebagaimana digambarkan, maka ia adalah mushalli yang memenuhi kewajibannya. Demikian disebut dalam Awaariful Ma’arif.
Diriwatkan dalam khabar: “tidaklah manusia mendapat dari shalatnya, kecuali apa yang ia pahami dari shalatnya.” Dan telah diriwayatkan dalam khabar bahwa siapa yang khusyuk dalam salatnya, wajiblah surga baginya dan ia pun keluar dari dosa-dosanya seperti pada hari ia dilahirkan oleh ibunya. Beribadatlah kepada Allah SWT dalam shalatmu seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak bisa melihat-Nya, maka sesungguhnya dia melihatmu. Jika hatimu tidak hadir dan anggota badanmu tidak tenang lantaran kurangnya pengetahuan terhadapa kebesaran Allah SWT, maka hadirkan dalam shalat seorang shalih dari pemuka keluargamu melihat kepadamu untuk mengetahui bagaimana shalatmu. Saat itu hatimu hadir dan anggota-anggota tubuhmu akan tenang karena takut dikatakan shalatmu kurang kusyuk… (Bersambung bagian .II)
Terjemah Maraqil Ubudiyah ‘Ubudiyah ( Kitab ini merupakan syarah dari pada Kitab Bidayatul Hidayah Karangan Al-Imam Al-Ghazali) Asy-Syeikh Muhammad An-Nawawi Al-Jawi. Hal. 107
0 Comments
Posting Komentar