"Bunda neuek ju beubagah na tajak ukude (Bunda cepat naik, biar kita cepat berangkat ke pasar" ucap Fatih kepada isterinya, sambil tersenyum memandang isterinya sedang mengambil tas yang biasa ia kenakan.  "Get Abi (Baik Abi) jawab umi nuraini, yang tak lain adalah isterinya fatih. Umi nuraini sambil memegang pinggang suaminya menaiki motor bebek butut buatan tahun 80 han, "Pegang yang kuat mi ya" ujar fatih, jawab umi nuraini "Iya Abi". Fatih pun menghidupkan keretanya, "Bhop.. bhop..bhop" suaranya agak sedikit besar maklum kereta jaman dulu orang-orang pun tidak lagi menggunakan motor seperti ini. Apalagi tahun-tahun sekarang sudah banyak keluaran motor-motor baru yang lebih bagus. 

Fatih dan Umi nuraini pun melaju pelan dengan motor butut mereka, melewati jalan setapak namun bisa dilalui oleh kendaraan roda dua, mereka melewati gang-gang kecil sebagai jalan pintas yang jarang dilalui orang. Tikungan demi tikungan mereka lalui, umi nuraini makin erat memegang pinggang suaminya mungkin karena takut jatuh. Wajah umi tersenyum sumringah bak bulan purnama ditengah gelapnya malam, tersirat kebahagian diwajah umi nuraini. Umi nuraini, wanita berumur 25 tahun ini selain muslimah, cantik, putih, hidung mancung, humaira,  juga sangat ramah terhadap orang-orang yang dia kenal apalagi terhadap jirannya. Umi sehari-hari disibukkan dengan anak-anak didiknya, yang kebetulan dia membuka kelas tahfidz dirumahnya, berbekal dengan kemampuan dia waktu masih menjadi santri pada salah satu pesantren tradisional. Sekitar 30 orang muridnya, umumnya anak-anak setingkat kelas 5 madrasah, selain mengajarkan tahfidz umi juga mengajarkan kitab-kitab arab dasar Matan Taqrib, Tahrirul Aqwal (Awamil), Matan bina dan lain-lain.    

Fatih menghentikan keretanya dipinggir jalan, kebetulan disitu ada kedai kecil yang menjual minyak bensin, umi pun turun dan fatih membuka tempat duduk motor untuk mengisi bensin. Setelah mereka mengisi bensin, kemudian mereka berangkat kembali dengan kereta bututnya. 

Matahari pun mulai meninggi menampakkan sinar panasnya, kira-kira jam 10.00 wib mereka tiba di pasar Pantonlabu, fatih memarkirkan keretanya ditempat parkir yang berdekatan dengan pasar. "Teungku ini tiketnya" ujar juru parkir sambil tersenyum melihat fatih yang sedang memarkirkan keretanya, mereka sudah saling kenal karena setiap fatih ke pasar Pantonlabu selalu memarkirkan kereta ditempat itu. Fatih mengambil tiket dan disimpan di saku celananya. Umi yang berdiri dipintu masuk parkir sambil menatap suaminya yang sedang berbicara dengan tukang parkir. Tak berapa lama kemudian suaminya mendekat, fatih mengatakan kepada isterinya "Kita kemana dulu mi, kepasar ikan atau ke toko tempat jual benang jahitan?", umi menjawab "Ke toko jual benang jahitan dulu bi, nanti baru kesini lagi sekalian ambil kereta dan pulang", "Oke ummi sayang" lirih abi fatih. Umi memberi isyarat dengan jemari mungilnya dibibir.. "stttt..sttt" kepada suaminya dan dia bilang "Abi jangan romantis disini, banyak orang umi malu nanti", "Iya mi cantik" jawab fatih, tanpa menghiraukan isyarat dari isterinya. Memang fatih ini orangnya suka becanda dan suka mengungkap perasaan-perasaan romatis kepada isterinya.  

Selain mendidik santrinya, umi nuraini juga menjahit pakaian wanita dirumah, khususnya pakaian-pakaian muslimah. Langganan umi pada umumnya adalah tetangganya sendiri, tak jarang juga umi memberi gratis pakaian yang dia jahit kepada tetangganya begitu mulianya hati umi nuraini.

Mereka berdua terus berjalan, sesekali melihat lihat barang-barang yang jaja dipinggir  jalan antara pasar pantonlabu menuju ke simpang empat. Sampailah mereka ditempat menjual bahan-bahan pakaian seperti benang, kain katun, spandex atau lycra, ciffon, polyester, baby tery, dril dan lain-lain. Umi masuk kedalam toko, suasana begitu ramai dipenuhi orang-orang berbelanja, umumnya yang belanja ditoko tersebut adalah wanita. Didalam toko umi melihat lihat bahan-bahan pakaian yang ingin dibeli, "Gimana umi?" tanya sang pemilik toko, kemudian pemilik toko mengambil bungkusan plastik yang berisi pakaian dan memperlihatkan kepada umi "Ini ada barang baru umi, bahannya terbuat dari katun, model baru lagi", dengan gaya lembutnya umi memalingkan wajahnya mengambil bungkusan plastik dari sodoran pemilik toko. Umi tersenyum sambil membuka kain bermerek katun itu, "Cantik bahannya ya" saut ummi", pemilik toko menjawab "Wah ini memang bagus umi, barang baru tadi pagi baru sampe, tapi harganya agak sedikit mahal ketimbang yang umi beli kemaren", "Boleh, ini aja dibungkus satu" jawab umi tanpa basa basi menawarkan harga barang, setelah membeli beberapa keperluan bahan-bahan pakaian umi pun keluar dari toko.

Sementara fatih masih menunggu diluar toko, tak lama kemudian sampailah umi  "Gimana mi udah siap beli bahannya? tanya fatih kepada umi, "Udah abi, ini ada barang baru loh abi," coba abi lihat "jawab fatih "Bagus mi ya, emang umi abi paling pande dalam hal memilih barang", sambil tersenyum tersipu malu umi jawab "Abi bisa aja..". Kemudian mereka bergegas meninggalkan toko pakain tersebut adn kembali ke tempat dimana motor mereka diparkirkan. 

Tiba mereka dipasar ikan mereka membeli ikan dan sayur-mayur untuk keperluan memasak, matahari semakin terik panas menyengat mulai terasa, kira jam 11.00 hampir mendekati tengah hari, mereka kembali dengan motor butut mereka. 

Mereka adalah ciri keluarga harmonis, sederhana dan tidak mengada-ngada. Dalam artian sederhana menerima setiap keadaan dan menerima apapun yang mereka milik tanpa harus menggerutu. Mereka terus hidup secara Islami dan terus berusaha untuk mencukupi kebutuhan mereka sehar-hari dengan cara menjahit pakaian, walapun pakaian yang mereka jahit adalah pakaian tetangga mereka sendiri. Dalam sebuah hadits diterangkan,

Nabi Muhammad saw bersabda :

لَيْسَ الغِنىَ بِكَثْرَةِ العَرَضِ إِنَّمَا الغِنىَ غِنىَ النَّفْسِ

“Kekayaan itu tidak terletak pada banyaknya harta, tapi ada pada kekayaan hati.”

Dalam haditsnya lainnya, Nabi saw juga berkata: “Tamak adalah penyakit yang menyebar.” Pada prinsipnya, orang yang rakus, yang tidak memiliki rasa syukur, selalu berada dalam kemiskinan dan kekurangan. Kefakiran yang ia rasakan itu tidak perlu menunggu lenyapnya harta yang dimiliki. Cukup dengan ketamakan serta kerakusannya itulah yang akhirnya membawa dirinya dalam lembah kehinaan, kenistaan, dan kehilangan harga diri sebagai makhluk yang sempurna.* 

Maka hiduplah secara sederhana, tidak harus kaya, jika sederhana mampu membuatmu bahagia 
*Santri.net