Sobat yang dirahmati Allah SWT, bahwa hidup itu tidak selamanya seperti yang kita pikirkan. Kadang kita harus menerima sesuatu yang tidak pernah kita sukai, kadang juga sebaliknya sesuatu yang kita sukai terwujud seperti keinginan kita. Semuanya mempunyai hikmah dibalik kejadian-kejadian yang pernah kita lalui dalam kehidupan ini. Allah SWT telah mengatur semua lini kehidupan kita, kita hanya berikhtiar terhadap itu semua dengan usaha dan do’a. 


Untuk mengawali kisaH ini ada baiknya saya mengutip satu kalimat quotes dari penulis terkenal, yang tidak asing lagi bagi kita : 

“Bahwa hidup harus menerima, penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus dimengerti, pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami pemahaman yang tulus.”  ― Tere Liye
Sobat yang baik hati, disini saya ingin menceritakan tentang kisah dua orang perempuan "Rani" dan "Sufti" dalam menjalani pernikahan mereka. Ya. Tentunya mereka punya kisah masing-masing bagaimana mereka mengawali babak baru dalam hidup mereka yaitu pernikahan, kisah ini penuh dengan lika-liku yang penuh dengan dilema..

Namanya Rani, usianya sekitar 24 tahun, cantik, berkulit putih, periang, humoris dan berkacamata. Dia juga seorang muslimah, ini bisa dilihat dari cara dia berpakaian, kemana pun dia pergi, ke tempat kerja, ke pasar, ke rumah teman dan ke tempat kuliah. Dia selalu mengenakan jilbab syar’i dipadu dengan rok yang membuat setiap mata memandangnya merasa takjub. Dia sangat penyayang dan sangat menyukai anak-anak kecil, terlebih ketika dia melihat anak kecil dia selalu kepingin dekat  dengan anak tersebut. Maklum mungkin dia anak pertama dari dua bersaudara. jadi karakter penyayangnya lebih kuat.

Dia masih menempuh pendidikan pada salah satu perguruan tinggi ternama, mahasiswi semester terakhir yang sedang menyusun dan menyelesaikan karya ilmiahnya. Kegiatan rani dikampus agak sedikit padat, selain dia harus ke perpustakaan mencari bahan untuk menyelesaikan skripsinya, dia juga harus mengikuti les toefl sebagai pra syarat untuk mengikuti sidang. Rani memang anak yang rajin dan sangat menjaga waktu, apalagi waktu untuk belajar menghadapi sidang kedepan. Teman-temannya juga sangat mendukung dia dalam segala aktivitas yang rani jalani. Menurut pengakuan teman-teman seangkatan dia dikampus, rani orangnya sangat baik, dia tidak pernah sekalipun pernah menyakiti hati teman-temannya, saking baiknya dia, teman-teman dikampus pun menjulukinya sebagai umi. Maka tak heran ketika teman-teman mahasiswi lainnya sering memanggil rani sebagai umi. Namun, akhir-akhir ini rani jarang ke kampus, maklum dia mahasiswi semester akhir dan rani pun sudah menjalani semua kegiatan sebagai rutinitas dia kampus. Tinggal menunggu jadwal sidang dari pembimbingnya.

Selain dikampus, rani juga menjalani aktivitas lainnya. Dia juga merupakan seorang karyawan tetap pada salah butik terkenal yang tidak jauh dari rumahnya, memang rani tidak setiap hari berada di butik tersebut, dia hanya pergi pas ketika tiba shift dia untuk bekerja. Rani dikenal sangat ulet dan ramah terhadap pengunjung butik ini, dengan gayanya yang khas lincah, bergerak kesana-kemari untuk memperlihatkan model-model baju Muslimah terkini, membuat pengunjung makin merasa sangat dilayani sebagai seorang pembeli.

Rani juga aktif di Majelis ilmu, dia sering mengikuti pengajian bersama ibuk-ibuk ditempat dia tinggal. Ibu-ibu pengajian disana sangat menyukai rani, maka ibu-ibu disana berebutan untuk mencarikan calon buat rani, ketika ada tawaran rani hanya tersenyum

Rani bilang “Saya sudah ada buk, enggk apa-apa terima kasih”, saut rani sambil tersenyum terhadap ibu-ibuk pengajian. “Ahh yang benar?” timpal ibuk pengajian kepada rani, sambil mengerutkan dahinya, seperti tidak percaya apa yang telah diucapkan oleh rani.

“Serius buk, rani enggk bohong kok”, Ucap rani kembali, meyakinkan ibu-ibu yang menimpali dia dengan berbagai pertanyaan. Setiap rani ikut daurah pengajian bersama ibu-ibu disini, dia selalu ditawarin calon linto (calon mempelai pria), “Rani kapan nikah ?”..Ujar ibuk yang mengenakan jilbab kotak-kota,. Rani termangu sebentar mendengar pernyataan itu, dia diam tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.  “InsyaAllah buk, kalau sudah ada jodoh” timpal rani, dengan gayanya yang polos dengan senyuman dari bibirnya yang mungil...

Bersambung ke bagian II