Hai sobat semua apakabar? Mudah-mudahan dalam keadaan sehat ya..! dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin.

Kali ini saya ingin berbagi sedikit kisah, walaupun sebenarnya saya merasa bingung harus mulai dari mana kisah ini. Tapi dengan segenap kemampuan dan keterbatasan informasi, saya mencoba menyingkap kembali lembaran-lembaran memori tujuh belas tahun silam yang masih membekas dalam pikiran saya dan mencoba mengingat kembali nostalgia saat-saat masih menjadi mahasiswa pada salah satu kampus tercinta IAIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh (Red: Sekarang UIN Ar-Raniry Banda Aceh).

Suasana siang diluar kampus saat itu agak terasa sepi, karena rata-rata mahasiswa sedang mengikuti perkuliahan didalam ruangan masing-masing, hanya terlihat bang Fadhli bersama becak kesayangannya, sedang menunggu mahasiswa yang keluar dari ruangan. Dia sering memarkirkan becak kesayangannya dibawah rindangnya pohon kelapa, tepatnya dekat dengan Fakultas Dakwah dari sisi kanan dan sisi kiri berdekatan dengan Perpustakaan. Dia sering menjajakan jualannya dibawah pohon itu, buah-buahan yang di iris ditaruh di dalam kotak kaca laris selalu laris manis.

Jam menunjukan pukul 12.15 WIB, pertanda mata kuliah jam kedua telah berakhir. Ruangan kuliah pun mulai agak riuh, terdengar suara mahasiswa dan mahasiswi yang sedang mengobrol dengan temannya. Aura ceria dan kebahagian terlihat diwajah mereka, karena waktu keluar dari ruangan sudah tiba. Kebetulan saat itu kami kuliah sampai dengan jam kedua, ruangan kami agak berdekatan dengan fakultas Ushuluddin paling ujung.
“Bagah-bagah, moto Robur ka ipreh bak simpang (Cepat-cepat mobil Robur sudah menunggu)” ujar seorang temen, sambil mengambil tasnya ditaruh diatas bahu. Kami pun bergegas mengambil tas kami masing-masing untuk cepat-cepat menuju simpang empat yang berdekatan dengan Fakultas PDPK Unsyiah.

Kira-kira sekitar lebih dari 600 meter jaraknya dari ruangan tempat kami kuliah untuk menuju ke simpang empat. Kami pun berjalan agak cepat melewati jalan menuju pintu gerbang masuk ke kampus, pintu gerbang tersebut berdekatan dengan Fakultas Syari’ah. Dari kejauhan sudah terlihat mobil Robur kesayangan kami sedang menunggu, kernet Robur melambai-lambaikan tangannya pertanda isyarat bahwa mobil akan berangkat. Kami pun mempercepat langkah kaki agar segera sampai menuju robur.

(Foto M Iqbal/SeputarAceh.com)

Sesampainya dipintu masuk Robur, kami memegang tiang besi putih dan masuk kedalam, dan terlihat mahasiswa dari kampus Unsyiah sudah mulai mengisi tempat-tempat duduk dalam bus robur tersebut. Dan kami pun harus berdiri sambil memegang tiang besi putih penyangga atap bus robur. Mobil Robur pun melaju dengan kecepatan rendah dan suaranya nyaring terdengar. Maklum mobil ini buatan tahun 1888, yang dibuat oleh sebuah pabrikan Volkseigener Betrieb yang di dirikan oleh Karl Gustav Hiller dari kawasan Eropa timur (Jerman). Dari informasi yang saya dapatkan dari beberapa tulisan di internet, Bus Robur ini sudah ada semenjak era Presiden Soekarno sekitar tahun 1960 dan tempat mangkalnya diterminal Fatahillah.

(Foto M Iqbal/SeputarAceh.com)

Mobil Robur pun melewati jalan depan kampus Ekonomi Unsyiah dan berhenti pas di simpang empat, dijalan utama, kalau sekarang tepatnya di depan gedung AAC Dayan Dawod.  Mahasiswa-mahasiswa lain yang sejak tadi menunggu dipinggir jalan pun naik ke robur sambil bergelantungan memegang tiang besi di pintu robur.

Singkat cerita, ketika kami hampir sampai ke Kampung Langsana depan Gedung DPRA, kami pun mengambil uang coin atau uang recehan dari saku kami, untuk mengetukkan koin itu ke tiang penyangga besi. “Ting..Ting..Ting, Pinggir Bang” sebagai aba-aba bawah kami akan turun. Mobil pun menepi kesamping jalan, kemudian uang uang recehan dengan nilai Rp. 100 Rupiah kami kasih ke kernet robur. Inilah yang paling unik dari robur dan Alhamdulillah sampai sekarang kami tidak pernah lupa terhadap dirimu “Roburku”.
Tarif Robur saat itu memang sangat murah sekali, sesuai dengan kocek mahasiswa. Darussalam – Simpang Mesra Rp.50 Rupiah, Darussalam – Pasar Aceh Rp.100 Rupiah.

(Foto M Iqbal/SeputarAceh.com)

Hampir saban hari kami selalu naik Robur, baik ketika akan berangkat kuliah maupun pada saat pulang kuliah. Walaupun kamu sekarang sudah menjadi besi tua, namun jasa-jasamu sangat besar, berapa ribu mahasiswa yang telah berhasil menjadi sarjana berkat transportasi ini. Terima Kasih Robur