"Hai kamasak ungkot! (Hey..udah masak ikan)" ucap teman kami, yang kebetulan baru saja dari dapur umum. Mendengar hal tersebut, kami beranjak bangun dari balai dimana tempat kami tidur, untuk menuju ke dapur umum. Sesampainya disana, terlihat banyak dari teman-teman yang sudah lebih dulu mengambil menu makan malam terdiri dari Nasi plus ikan bakar plus indomie ala Cheff Dinsos. Kami juga ikut nimbrung ketempat itu bersama temen-teman yang lain untuk mengambil menu makan malam di dapur umum, sambil mengantri untuk menunggu nasi dan ikan bakar.

Hanya sebahagian pendamping yang menyantap menu yang sudah masak, sebahagian yang lain tertidur pulas dibalai-balai dekat lereng bukit danau laut tawar. Malam itu adalah malam paling romantis, karena rasa kebersamaan itu yang membuat kami begitu senang, ibarat satu keluarga saling memiliki dan menjadi keluarga harapan dimasa yang akan datang. kami mengambil tempat dibawah tenda dekat dengan dapur umum, seraya terjadi obrolan-obralan singkat sambil makan malam bersama. 

Tak terasa malam semakin dingin, sedingin hati yang kami rasa saat itu. Jarum jam pun semakin merebahkan badannya ke sepertiga malam, suara jangkrik malam meluapkan kegembiraannya dengan kehadiran kami.

Disela-sela tenda yang tertiup angin, terlihat dari kejauhan lampu-lampu temaram berwarna agak kemerahan ditengah danau laut tawar, mereka adalah para nelayan yang mencari ikan ditengah malam. ternyata didanau ini, malam menjadi aktivitas bagi warga sekitar untuk mencari sesuap nasi dengan mengkail ikan ditengah gelapnya malam.

Tak lama kemudian kopi pun datang, kopi panas ala takengon dengan racikan cheff Dinsos membuat suasana semakin hangat. Apalagi saat-saat suasana dingin seperti ini yang menusuk pori-pori kulit. Kami minum bersama sambil sesekali menghisap sebatang cigarrete yang tak bisa lepas dari tangan, .. 

Bersambung Ke Bagian 6