Tempat nongkrong untuk menikmati kopi Paling Keren di Kota Takengon |
Sekitar
Jam 15.30, kami bersama rombongan Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Mobilitas Penduduk Kab. Aceh Utara berangkat
menuju kota dingin. Rombongan berangkat dari kota lhokseumawe melewati jalan
elak (Jalan simpang KKA) Desa Alue Awe, jalan ini merupakan jalan utama menuju PT. Kertas Kraft Aceh (KKA). Jalur ini adalah jalur lintas, kita hanya membutuhkan waktu lebih kurang 1,5 jam untuk sampe ke kota dingin.
Dengan menggunakan mobil bus sekolah, mobil pribadi dan mobil dapur umum milik
dinas sosial, rombongan berangkat secara beriring-iringan mengikuti mobil Ibuk
Kabid (Buk Ressi), Pak Takdir (Sekretariat PKH), Pendamping PKH dan
punggawa-punggawa dinas sosial.
Rombongan
meluncur dengan kecepatan agak lambat dan pelan, sambil menunggu temen-temen
yang lain mengikuti konvoi yang sama. Mobil yang kami tumpangi terdiri para
tokoh, Hendra (Tokoh Aceh Utara), Iswandi (Kepala rombongan), Tarmizi, Ricky,
Pirngadi dan Saya sendiri. Kami menggunakan mobil avanza tahun 2009 berangkat dari
lhoksukon menuju simpang KKA, mengikuti rombongan yang lebih dulu berangkat menuju kota dingin. Sesampainya
kami di sebuah Masjid kira-kira jam 17.20 menit, kami berhenti untuk menunaikan
kewajiban yaitu shalat ashar.
(Baca : Pesona Gunung Salak, Menjadi Idaman Bagi Setiap Pecinta Traveling )
(Baca : Pesona Gunung Salak, Menjadi Idaman Bagi Setiap Pecinta Traveling )
Perjalanan
kami lanjutkan setelah menunaikan shalat ashar dengan mobil yang kami tumpangi,
kebetulan supir pada saat itu adalah pak Iswandi, beliau merupakan putra takengon asli dan beliau sangat menguasai medan dan jalan-jalan menuju ke
takengon, maka kami percayakan untuk menjadi ketua rombongan dalam perjalanan
paling menegangkan tersebut. Mobil kami melaju dengan kecepatan rata-rata 60 km/jam, jalan yang kami lalui sangat berbahaya, banyak tikungan, jurang
terjal, kadang-kadang jalan menanjak dan menurun.
Sesampainya
kami di gunong sala, orang-orang sering menyebutnya “gunong salak”, padahal ketika saya
menanyakan kepada salah seorang tokoh aceh utara yang pernah duduk dan berbincang-bincang
dengan tokoh di gunong sala (Pada saat beliau pergi dengan keluarga), Pak Hendra
mengatakan “Pane Gunong Salak nyan, ureng tuha hinan peugah gunong sala,” lebih
kurang artinya seperti ini “Itu bukan gunung salak, melainkan gunung sala,” cetusnya seperti itu dengan gaya guyonannya yang sudah sama-sama kami maklumi.
Mobil yang kami tumpangi bersama rombongan dinas sosial yang lebih dulu sampai
di puncak gunong sala berhenti ditempat itu. Cuaca dingin diselimuti kabut
tebal membuat suasana ditempat itu makin nyaman dan asik untuk dinikmati.
Tarmizi dan Ricky menghampiri jurang puncak gunong sala untuk mengambil foto..
selfie, kemudian kami juga ikut selfie dengan mereka.
Temen-temen
yang lain juga ikut berfoto-foto ria mengabadikan moment-moment indah ketika
berada di gunong sala. Tak ketinggalan Pak takdir juga ikut nimbrung bersama pendamping-pendamping
yang lain untuk ikutan berfoto. Perasaan kami sangat senang ketika berada
ditempat itu, ada dari temen-temen kami yang membeli makanan ringan (snack) dan
ada juga yang menikmati secangkir kopi gunong sala.
Lebih
kurang kami satu jam berada ditempat itu, kemudian kami menaiki mobil masing-masing melanjutkan perjalan menuju ketempat tujuan yaitu kota
dingin (takengon). Kabut tebal mulai menyelimuti jalan-jalan yang kami lalui dengan
cuaca yang sangat dingin, hujan gerimis pun mulai turun membasahi jalan. Iring-ringan
mobil yang kami tumpangi dengan sangat pelan melaju dan menapaki jalan-jalan
yang licin dan sangat bahaya, disamping badan jalan jurang yang sangat terjal,
apabila sedikit lengah mobil kami dalam bahaya.. Alhamdulillah kami bisa
melewati rute tersebut dengan aman hingga melewati gunung tersebut.
Ketika
senja perlahan mulai tenggelam, kegelapan mulai terasa dan suara azan terdengar
dari kejauhan pertanda magrib pun sudah tiba. Kami masih melanjutkan perjalanan
dengan sangat hati-hati, melewati setiap tikungan yang sangat berbahaya. Pak iswandi selaku ketua rombongan mengambil jalan lintas laen untuk menuju pusat kota takengon, kemudian kami berhenti di sebuah masjid untuk menunaikan shalat magrib.
0 Comments
Posting Komentar